Pilih mana ??

Bagai Seekor Kuda Pacuan

Aku merasa diri bagai seekor kuda pacuan dalam suatu dunia tanpa gelanggang pacuan; atau bagai seorang pemain sepakbola termasyhur yang tiba-tiba berjalan-jalan di jalan ramai kota besar dalam pakaian bisnis: hari-hari kemasyhurannya susut menjadi sebuah lencana berbentuk piala emas di atas bajunya dengan tanggal terukir padanya seperti tanggal pada suatu nisan.

Kubayangkan hidupku di hadapan mataku bagaikan cabang-cabang pohon ara yang yang hijau dalam sebuah cerita. Dari ujung setiap cabang, sebuah ara ungu yang bernas, bagaikan suatu masa depan yang cerah, memberi isyarat dan mengerlipkan matanya. Buah ara yang satu adalah seorang suami dan rumah tangga yang bahagia serta anak-anak; buah ara yang lain adalah seorang penyair yang terkenal. Buah ara yang lain lagi adalah seorang profesor yang brilian. Satu buah ara  adalah seorang editor yang mengagumkan. Buah ara yang satu lagi adalah Eropa, Afrika, dan Amerika Selatan. Buah ara yang satu lagi adalah Konstantin, Socrates, Atttila dan banyak kekasih lain dengan nama yang ganjil-ganjil dan profesi yang aneh-aneh. Buah ara yang lain lagi adalah seorang juara putri Olimpiade. Dan masih banyak buah ara lain yang tidak kulihat dengan jelas.

Kulihat diriku sendiri duduk di bawah pohon ara ini… mati kelaparan, hanya karena tidak dapat memutuskan buah ara yang mana yang akan kupilih. Aku menginginkan setiap buah ara itu… semuanya!! Tetapi memilih satu berarti kehilangan semua yang lain. Dan sewaktu aku duduk di situ, aku tidak mampu mengambil keputusan. Buah-buah ara itu mulai mengerut dan membusuk. Satu demi satu, mereka gugur ke tanah dan kakiku…

(Sylvia Plath, dalam The Bell Jar)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Proklamasi

Leo Sayer - More Than I Can Say

a letter to my friends